Museum Diorama Arsip Jogja (DAJ) Gelar  “Dialog Lintas Generasi”: Peran Museum sebagai Jembatan antara Masa Lalu dan Masa Depan bagi Generasi Z” dalam Rangka Hari Museum Nasional

Museum Diorama Arsip Jogja (DAJ) Gelar  “Dialog Lintas Generasi”: Peran Museum sebagai Jembatan antara Masa Lalu dan Masa Depan bagi Generasi Z” dalam Rangka Hari Museum Nasional

 

Jakarta, Nkrisatu.com

 

Tanggal 12 Oktober adalah Hari Museum Nasional. Setiap tanggal 12 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Museum Nasional. Dalam rangka memperingati Hari Museum Nasional, Museum Diorama Arsip Jogja (DAJ), menggelar giat “Dialog Lintas Generasi”: Peran Museum sebagai Jembatan antara Masa Lalu dan Masa Depan bagi Generasi Z”, di Yogyakarta, (11/10/2025).

 

Dialog ini memantik diskusi soal relevansi museum bagi generasi kini dan nanti. Tiga pemerhati museum mewakili masing-masing generasi ini pun menjawab pertanyaan itu. Ketiganya yakni siswi Jakarta Intercultural School (JIS) Marsha Widodo, kurator ArtJog Ignatia Nilu, serta Pengajar Pascasarjana Universitas Sanata Dharma Jogja Dr Gregorius Budi Subanar SJ, memaparkan pandangan masing-masing tentang eksistensi Museum usai mengunjungi Museum Diorama Arsip Jogja (DAJ).

 

Dalam paparannya,  Dr Gregorius Budi Subanar SJ, pengajar Pascasarjana Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang akrab disapa Romo Banar itu, menyatakan,”Museum perlu harus memperbaharui diri agar selalu relevan dengan berbagai kelompok usia. Bagaimana tidak, museum yang sarat akan ilmu bisa menjadi sarana anak-anak menyentuh pengalaman sejarah. Jangan lupa, yang bisa memanggungkan itu adalah seni, sehingga unsur museum itu butuh sentuhan seni,”

 

“Lalu kepada siapa dia berbicara? Kepada anak-anak? Kepada remaja? Nah setiap kelompok usia ini juga butuh bahasa atau simbol tertentu. Revitalisasi museum juga perlu memperhitungkan hal ini,” sambungnya.

Sementara, Ignatia Nilu menambahkan tak hanya seni yang bisa dipakai untuk mengembangkan museum agar kian relevan dengan zaman, tapi juga teknologi. Belakangan banyak museum yang telah melakukannya.

Hal ini menurut Nilu menjadi penting agar museum selalu menarik bagi tiap generasi. Oleh karenanya, pemanfaatan dan eksplorasi teknologi tidak bisa berhenti untuk menopang eksistensi museum.

“Museum hari ini saya kira perlu merevitalisasi dirinya, meremajakan dirinya, supaya selalu seiring bersama zaman,” ungkapnya

“Publik hari ini adalah publik untuk menjadi partisipatoris, masuk ke museum tidak hanya membaca dan melihat,” lanjut Nilu.

Lewat perjalanan bersama Nilu dan Romo Banar menjelajah zaman di Museum DAJ, Marsha Widodo menemukan jika museum itu lebih dari sekadar gedung yang menyimpan benda-benda tua. Museum menjadi salah satu ruang langka di mana budaya, ingatan, dan identitas bisa bertemu dan terasa nyata bagi semua orang.

“Pada akhirnya, museum membuat budaya tetap hidup. Museum bukan hanya tempat menyimpan, tapi tempat berbagi: ruang dialog antara generasi, antara komunitas, dan antara masa lalu serta masa depan,” pungkas Marsha Widodo.

 

“Museum memiliki makna dan relevansi yang sangat penting bagi generasi muda Indonesia. Saya bersyukur, pada hari ini, menjelang  tanggal 12 Oktober 2025 ini yang merupakan Hari Museum Nasional, dapat mengunjungi Museum Diorama Arsip Jogja (DAJ), (11/10/2025).

Dengan mengunjungi Museum Diorama Arsip Jogja (DAJ), kita diingatkan akan peran penting museum sebagai tempat penyimpan sejarah, kebudayaan, dan identitas bangsa. Bagi saya pribadi, museum itu bukan sekedar tempat untuk menyimpan benda-benda  bersejarah dan kuno, tetapi juga sarana pendidikan (edukatif) yang hidup yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, ” demikian disampaikan siswi Jakarta Intercultural School (JIS) Marsha Widodo, kepada beberapa awak media yang mewawancarainya sekitar topik Makna dan Relevansi memperingati Hari Museum Nasional 2025, di sela-sela dialog dan kunjungannya ke Diorama Arsip Jogja (DAJ), (11/10/2025).

 

Sebagai siswi yang sekolah di Sekolah Internasional, dan masih seorang generasi muda yang acap kali disebut Gen Z, Marsha Widodo  pun menceritakan awal mula ketertarikannya akan dunia museum. Masha menuturkan, sejak kecil sudah dibawa orang tuanya menjelajahi museum di berbagai negara.

Hal itu lama-kelamaan menumbuhkan kegemarannya akan dunia museum. Marsha mengaku dapat melihat bagaimana sejarah dan seni bisa terasa hidup di dalam museum.

“Dari situ saya belajar banyak hal yang tidak akan saya dapatkan di kelas, lewat rasa penasaran dan pengalaman langsung,” pungkas Marsha.

Menjelajahi banyak museum di berbagai negara membuatnya sadar jika budaya berkunjung ke museum di Indonesia dan di luar negeri sangat berbeda. Ia mencontohkan, di Eropa atau Amerika, anak-anak tumbuh dengan kebiasaan berkunjung ke museum.

Budaya yang dibangun sejak dini itu, menurutnya, menimbulkan rasa ingin tahu dan rasa menghargai akan budaya hingga sejarah yang muncul bahkan sejak masa anak-anak.

“Di Indonesia hal ini masih jarang, kebanyakan orang datang ke museum karena tugas sekolah, bukan karena dorongan pribadi. Padahal kalau kebiasaan itu tumbuh sejak kecil, cara kita melihat dunia dan memahami budaya sendiri akan jauh lebih mendalam,” ujar Marsha.

Selain itu, kata Marsha, hal yang paling membuatnya tergerak ketika berkunjung ke Museum adalah saat ia melihat benda-benda dari Indonesia seperti naskah Jawa, tekstil atau patung yang dipamerkan di luar negeri.

“Pengalaman itu membuat saya ingin menjembatani jarak tersebut, membawa semangat rasa ingin tahu, dan budaya museum yang hidup ke sini,” tutur Marsha.

“Bagi saya, museum bukan hanya tempat untuk melestarikan, tapi juga ruang untuk berpartisipasi dan menghubungkan orang kembali dengan cerita yang milik mereka sendiri,” lanjutnya.

 

Memahami makna penting tentang eksistensi museum, Marsha Widodo berharap agar Generasi muda peduli dan turut mendukung keberadaan dan keberlangsungan sebuah museum. Melalui museum, generasi muda dapat belajar tentang nilai-nilai perjuangan, seni, dan kearifan lokal yang membentuk jati diri Indonesia.

Tegas Marsha lagi, Museum merupakan Sumber pengetahuan historis. Museum memberikan akses pengetahuan dan informasi tentang sejarah, budaya, sains, dan teknologi.

Jadi, museum merupakan tempat dan pusat pembelajaran. Museum merupakan ekosistem  lingkungan belajar yang interaktif dan menyenangkan bagi generasi muda. Museum dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman generasi muda tentang dunia di sekitar mereka.

Menurut Marsha, museum bisa menjadi tempat untuk mengembangkan kreativitas. Museum dapat membangkitkan kreativitas dan imajinasi generasi muda melalui pameran dan program yang interaktif.  Jadi, museum dapat membantu generasi muda mengembangkan keterampilan seperti analisis, kritis berpikir, dan komunikasi. Museum dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi generasi muda untuk mengembangkan wawasan pengetahuan dan passionnya.

Menutup wawancara dan perbincangan singkatnya, Marsha menyatakan, Museum dapat membantu generasi muda memahami dan menghargai warisan budaya dan sejarah kita. Sehingga menumbuhkan rasa cinta budaya dan penghargaan terhadap budaya dan warisan Bangsa.

Dengan demikian, museum memiliki peran penting dalam membentuk generasi muda yang berpengetahuan, kreatif, dan memiliki rasa cinta budaya yang kuat.

Sebagai informasi museum yang dikunjungi Marsha yakni Diorama Arsip Jogja (DAJ) merupakan sebuah pusat penyimpanan dokumentasi yang mengoleksi dan menyajikan berbagai arsip terkait sejarah, budaya, dan perkembangan seni di Yogyakarta.

Tempat ini berfungsi sebagai sumber referensi penting bagi peneliti, pelajar, dan masyarakat umum yang ingin menggali lebih dalam tentang warisan budaya dan perjalanan sejarah Jogja mulai dari jaman Panembahan Senopati tahun 1590-an sampai Jogja masa kini.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*