
*Olah Sampah Mandiri, UPER Hadirkan Komposter Putar di Desa Barengkok*
Sampah rumah tangga masih menjadi tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan di Indonesia. Sekitar 62 persen dari total 70 juta ton sampah nasional per tahun merupakan sampah organik yang sebagian besar belum terkelola dengan baik. Di Kabupaten Bogor, timbulan sampah bahkan mencapai 2.766 ton per hari (2024), mencerminkan tingginya beban pengelolaan.
Melihat permasalahan tersebut, tim dosen dan mahasiswa Universitas Pertamina (UPER) menggagas program “Gerakan Kompos Mandiri Desa Barengkok” di kabupaten Bogor sebagai bagian dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM). Melalui program ini, tim melakukan sosialisasi pemilihan sampah organik dan anorganik serta memperkenalkan inovasi “Komposter Putar”, yaitu alat pengolahan sampah organik yang mampu mengubah limbah rumah tangga menjadi pupuk kompos.
“Desa Barengkok dipilih karena warganya memiliki potensi besar untuk terlibat dalam gerakan peduli lingkungan, namun masih terbatas akses terhadap teknologi pengelolaan sampah yang praktis. Komposter ini kami rancang secara sederhana dan ergonomis agar dapat digunakan oleh semua kalangan, termasuk ibu rumah tangga dan lansia. Dengan alat ini, warga diharapkan mampu mengelola sampah organik secara mandiri langsung dari rumah,” ujar Adhitya Ryan, Ketua Tim PkM Gerakan Kompos Mandiri.
Inovasi komposter putar dari tim Universitas Pertamina menjadi solusi sederhana namun berdampak besar bagi pengelolaan sampah organik rumah tangga. Alat ini dirancang menggunakan bahan lokal yang mudah diperoleh, terdiri dari tong berporos yang dipasang di atas rangka besi kokoh, lengkap dengan tuas pemutar di samping untuk memudahkan proses pencampuran.
Dibandingkan komposter statis, komposter putar menawarkan sejumlah keunggulan. Selain mempercepat proses pengomposan, alat ini juga lebih bersih dan nyaman digunakan. Desainnya yang tertutup rapat mampu mengurangi bau tidak sedap serta mencegah masuknya serangga, menjadikannya ideal untuk penggunaan di lingkungan padat penduduk. Proses pencampuran bahan pun menjadi lebih praktis berkat sistem rotasi, tanpa perlu membalik kompos secara manual. Cukup masukkan sampah organik seperti sisa makanan, daun kering, atau limbah dapur, lalu tambahkan bahan seperti sekam padi atau serbuk gergaji untuk menjaga keseimbangan nutrisi. Dalam waktu singkat, pupuk kompos siap digunakan untuk kebun rumah, pertanian warga, bahkan berpotensi menjadi sumber pendapatan tambahan.
“Komposter putar mampu menghasilkan pupuk kompos dalam waktu singkat, hanya sekitar 2 hingga 4 minggu—jauh lebih cepat dibandingkan komposter statis yang umumnya membutuhkan 2 hingga 3 bulan. Percepatan ini terjadi karena sistem putar memungkinkan pencampuran bahan organik yang lebih merata dan sirkulasi udara yang optimal, sehingga proses dekomposisi berlangsung lebih efisien,” tambah Ryan.
Rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir, M.S., IPU., menyatakan bahwa program ini sejalan dengan komitmen universitas dalam mengembangkan 11 Center of Excellence (CoE) di bidang energi, lingkungan, dan keberlanjutan. Program ini juga mencerminkan semangat kolaborasi lintas disiplin antara dosen dan mahasiswa dari berbagai program studi.
“Inovasi seperti komposter putar menjadi contoh nyata bagaimana hasil riset dan pembelajaran lintas bidang dapat diterapkan langsung di masyarakat untuk mendorong kemandirian dan kepedulian terhadap lingkungan,” ujar Prof. Wawan. ed
Be the first to comment