
NKRISATU.COM – Dewan pimpinan pusat nasional corruption watch Badai korupsi era pemerintahan Jokowi siapa yang patut disalahkan?
Nasional Corruption Watch selalu aktif menyoroti kasus-kasus korupsi, sejak NCW berdiri dan hadir untuk Bangsa Indonesia. Di era kepemimpinan Jokowidodo, Badai Korupsi yang terjadi di Indonesia dimulai dari pejabat daerah yakni, Bupati, Walikota, Gubernur, pejabat eselon di kementrian dan instansi, Pejabat tinggi negara seperti Menteri, Pejabat Setingkat Menteri, dan banyak unsur lainnya. Dan Korupsi di Indonesia ini sudah seperti biasa saja dilakukan oleh pejabat pemerintahan, kebiasaan yang di anggap biasa saja akan menjadi budaya, hal semacam ini tidak baik apabila tidak ada tindakan hukum tegas dari Presiden Jokowidodo. Jakarta, (9/10/2023)
Seirama dengan program pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi untuk mendatangkan Investasi dan menggenjot nilai pertumbuhan ekonomi sejak awal periode, namun lemahnya penegakan hukum yang menggagalkan program serta cita-cita besar Jokowi untuk kemajuan dan kemandirian Bangsa. Apabila kita mengacu kepada indikator ICOR atau Incremental Capital Output Ratio (pertumbuhan investasi dibagi dengan pertumbuhan ekonomi) di Era Jokowi menurun apabila dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
Fakta Pertumbuhan Ekonomi masyarakat Indonesia tidak meningkat bahkan bisa dikatakan merosot akibat dari praktik-praktik korupsi yang terjadi, dengan berbagai model dan cara dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dari Investasi Luar dan pemberdayaan ekonomi kelas menengah terus menerus dilakukan.
Dari berbagai kejadian dan praktek pelanggaran hukum yang dilakukan oleh sejumlah pejabat kementrian, baik dari Eselon III sampai eselon I, sangat banyak didapati melakukan berbagai motif- motif korupsi untuk mengumpulkan pundi- pundi hartanya, salah satunya kasus yang Viral dahulu baru ditindak dan baru terungkap berbagai macam motif adalah, pada kasus Rafael Alun Trisambodo, yang terakhir menjabat sebagai Kepala Bagian Umum DJP Kanwil Jakarta Selatan. Hanya level eselon III saja bisa melakukan miliaran rupiah suap, dimana mutasi di 40 rekeningnya mencapai setengah triliun rupiah. Rafael hanya apes saja terjerat karena kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, bagaimana dengan yang tidak terdeteksi ?
Secara lebih umum, praktik culas di birokrasi dikemukakan oleh Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang mengungkapkan fakta mencengangkan. Transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kemenkeu, terutama di Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai sejak 2009 yang melibatkan ratusan aparat sipil negara dan pihak swasta. Pertanyaannya, bila di Kemenkeu yang relatif bersih oleh gaji tinggi program reformasi, apa kabar kondisi di kementerian lain? Tentu NCW bertanya, sudah sejauh mana proses penanganan perkara mega korupsi ini ? Bak hilang dimakan oleh bumi.
Muara dari kinerja tidak efisien dari perekonomian Indonesia akibat korupsi kembali merajalela dapat dialamatkan pada upaya sistematis dan terstruktur yang dilakukan pemerintahan Jokowi untuk melemahkan peran KPK. Dimulai dari revisi UU KPK menjadi UU No 19 Tahun 2019 yang meletakkan KPK di bawah rumpun eksekutif di bawah presiden atau tidak independen, dan kemudian perekrutan kontroversial ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri pada tahun yang sama.
Dalam undang-undang yang baru, kewenangan KPK untuk melakukan penindakan korupsi dipreteli satu persatu. Misalnya, menghilangkan sejumlah kewenangan penindakan KPK. Baik di tingkat penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan. Saat ini KPK sama saja statusnya dengan aparat Kejagung, yang mengikuti perintah Eksekutif. Padahal KPK berdasarkan undang-undang yang lama, UU Nomor 30 Tahun 2002 bisa dipandang sebagai anomali bagi kalangan politikus dan pebisnis yang korup.
Menteri- Menteri dan Pejabat Terjerat Kasus Korupsi:
Dari berbagai sumber informasi dan data yang kami himpun, banyaknya nama- nama pejabat dan Menteri era Jokowi yang terindiskasi melakukan praktik KKN, mulai dari Menteri kabinet Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Dito Ariotedjo, dan masih banyak lagi pejabat setingkat Menteri yang kami tidak bisa sebutkan satu per satu karena begitu banyaknya, hampir mencapai angka 1500 orang yang sudah masuk ke daftar pejabat terindikasi dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Selain nama-nama di atas, Nasional Corruption Watch mengumpulkan data beberapa nama menteri yang menjadi tersangka bahkan kasusnya telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menteri-menteri itu antara lain:
Kasus pertama, adalah Mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham yang belum lama ini bebas dari penjara pada Jumat (11/9/2020). Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu telah menjalani hukuman sebanyak 2 tahun penjara dalam kasus suap proyek pembangkit listrik PLTU Riau-1. Idrus dalam kasus PLTU Riau-1 diawali melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap koleganya di Partai Golkar sekaligus Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Saragih. Eni yang didakwa menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1, dimana pada akhirnya KPK mengendus peran Idrus dalam perkara rasuah tersebut. Alhasil KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap Idrus pada 24 Agustus 2018 dengan Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang memvonis Idrus tiga tahun penjara pada 23 April 2019. Idrus dianggap bersalah menerima suap Rp 2,25 miliar dari Kotjo.
Selanjutnya, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dijatuhi vonis 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 400 juta (subsider 3 bulan kurungan) dalam kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya. Mantan Sekretariat Jenderal DPP PKB ini dinyatakan terbukti korupsi terkait pemberian dana hibah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) serta gratifikasi sebesar Rp8,3 miliar. Kasus Imam pun berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI pada Desember 2018. Imam diduga menerima uang sebesar Rp26,5 miliar sebagai bentuk commitment fee pengurusan proposal yang diajukan KONI kepada Kemenpora. Uang itu diterima secara bertahap yakni sebesar Rp14,7 miliar dalam rentang waktu 2014-2018 melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini. Imam juga diduga menerima uang Rp11,8 miliar dalam rentang waktu 2016-2018. Alhasil, dirinya dijerat oleh Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 12b atau Pasal 11 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Nama Edhy Prabowo yang merupakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ditetapkan sebagai tersangka kasus suap izin ekspor benih lobster. Adapun, dalam kasus tersebut politisi Partai Gerindra itu bersama enam orang lainnya ditetapkan tersangka. Selain Edhy, 6 tersangka penerima suap lainnya yaitu staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Safri, pengurus PT Aero Citra Kargo Siswadi, staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Andreau Pribadi Misata, dan seorang bernama Amiril Mukminin serta Direktur PT Dua Putra Perkasa Suharjito disangkakan sebagai pemberi suap. Edhy pun dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 dan dianggap telah menerima suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL) sebesar Rp 25,7 miliar dari para eksportir benih benur lobster. Setelah vonis ditetapkan, Edhy mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. November 2021, majelis hakim pengadilan tinggi memperberat hukuman Edhy menjadi pidana penjara 9 tahun dan dirinya diwajibkan membayar denda Rp 400 juta yang dapat diganti pidana kurungan selama 6 bulan. Majelis hakim tingkat banding juga menetapkan pidana pengganti senilai Rp 9,68 miliar.
Kasus keempat kembali dilakukan oleh Menteri Sosial (Mensos) yang kali ini dilakukan oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batubara pada 6 Desember 2020 sebagai salah satu dari lima tersangka kasus korupsi program bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 untuk Jabodetabek 2020, dimana KPK menyita uang sekitar Rp14,5 miliar dalam OTT Kemensos. Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu melalui pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Program Bansos di Kemensos diduga telah menerima hadiah dari para Vendor Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ) bansos di Kemensos dalam penanganan Pandemi Covid-19. Adapun, PPK disebutkan telah menerima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai dilakukan oleh Matheus Joko Santoso kepada Juliari melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Pemberian uang tersebut, selanjutnya dikelola oleh Eko dan orang kepercayaan Juliari bernama Shelvy untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan digunakan untuk keperluan Juliari. Alhasil, dalam perkara tersebut, Juliari terbukti menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sekitar Rp 32,482 miliar dan dijatuhi hukuman oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pidana penjara 12 tahun ditambah dengan denda Rp 500 juta pada 23 Agustus 2021. Hakim juga mewajibkan Juliari membayar uang pengganti sejumlah Rp 14,5 miliar. Selain itu, hakim mencabut hak politik Juliari untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok. Sayangnya, saat membacakan putusan, hakim yang menyebut hukuman yang diterima Juliari diringankan dengan alasan terdakwa mendapat cercaan, hinaan dan vonis masyarakat. Padahal, menurut hakim anggota majelis hakim Yusuf Pranowo, saat itu Juliari masih menjalani proses hukum yang belum tentu bersalah dan belum ada hukuman tetap.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate yang saat ini berstatus sebagai tersangka usai memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pemeriksaannya sebagai saksi terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi Base Transceiver Station atau BTS BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) tahun 2020-2022. Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-21/F.2/Fd.2/05/2023 pada Rabu 17 Mei 2023. Untuk mempercepat proses penyidikan, tersangka akan ditahan selama 20 hari terhitung sejak 17 Mei 2023 sampai dengan 5 Juni 2023 di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Dalam perkara ini, kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebesar Rp8.032.084.133.795 (Rp8 triliun) yang terdiri dari tiga hal yaitu biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun. Proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 merupakan proyek strategis nasional, dan oleh karenanya akan tetap dilanjutkan sehingga kepentingan masyarakat yang tinggal di kawasan terdepan, terluar dan tertinggal (3T) dapat menerima jaringan 4G.
Korupsi Syahrul Yasin Limpo/ MENTAN
Kasus yanag menjerat kasus korupsi Mentan Syahrul Yasin Limpo menguak ke Publik saat KPK melakukan Penggeledahan di rumah dinas SYL penyidik menemukan uang puluhan miliar rupiah dalam bentuk rupiah dan mata uang asing. Tim penyidik juga menemukan sejumlah dokumen dan catatan keuangan, yang kini tengah didalami oleh KPK. KPK juga menemukan sejumlah senjata api, dan SYL tidak sedang berada di Indonesia ketika rumah dinasnya digeledah. Dia dikabarkan masih berada di Roma, Italia, melakukan pertemuan bilateral dengan Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu. Tim penyidik KPK telah menemukan sejumlah mata uang asing bernilai puluhan miliar, bukti-bukti elektronik, catatan keuangan dan sejumlah barang bernilai ekonomis. Pihak KPK memastikan bahwa proses penyidikan masih terus berjalan dan baru memasuki tahap awal setelah penggeledahan. Penggeledahan tersebut merupakan upaya paksa yang baru bisa dilakukan ketika kasus naik status dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan. Dan sesuai keterangan pers SYL telah membuat surat pengunduran diri kepada Presiden.
Menteri BUMN Erick Thohir dan Kakak Erick, Boy Thohir
Erick Thohir dan kakaknya Boy Terseret kasus Uang Rekayasa Industri yang berpotensi dan berpeluang besar kasusnya hilang, nilai dari kasus ini sampai menyentuh angka 2 Triliun Rupiah, ini akana memicu masalah terkait laporan dan pencatatan keuangan Kementrian BUMN. Potensi yang lebih ironi lagi yaitu hilang karena hubungan Erick dan Boy Thohir adalah kaka beradik.
Airlangga Hartarto/ Menko Perekonomian
Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belakangan jadi sorotan terkait kinerja positif terkait penangkapan pedagang HP ilegal PS Store yang belakangan jadi buah bibir. Namun, saat bersamaan Bea Cukai juga dapat sorotan soal laporan celah bobolnya 10 juta HP ilegal/tahun di pasar Indonesia. Ada lagi kasus yang menyeret nama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai saksi dalam penanganan perkara perkara tidak pidana korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng. Akan tetapi kasus dan penangan perkara ini tidak tau seperti apa keberlanjutannya. Keburukan penanagan perkara dan diduga adanya pembiaran kasus dalam perkara ini, menjadi fokus utama APH dalam hal ini, Kejaksaan Agung RI, karena yang menjadi poros regulasi perekonomian Indonesia adalah Menko Perekonomian yang mempunyai kewenangan untuk mengatur berbagai regulasi di kementrian lainnya, termasuk Kementrian Perdagangan.
Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/ BKPM
Menteri Investasi saat ini telah menjadi sorotan publik bahkan menjadi sorotan dunia akibat dari konflik Pulau Rempang Eco City yang berkepanjangan dan tak kunjung usai, banyak konflik horizontal yang timbul akibat dari Investasi Tiongkok yaitu Xinyi Group Cheng Gang yang ingin membangun idustri kaca terbesar di ASEAN oleh Xinyi Glas di kawasan Pulau Rempang, penggusuran masyarakat dan relokasi masyarakat secara sistematis, terstruktur dan tertata rapi, bahkan adanya intimidasi dari aparat dalam proses relokasi warga.
Ditambah lagi adanya dugaan penyalahgunaan jabatan oleh Bahlil terkait dengan dana Investasi, potensi dugaan pengaturan proyek pulau Rempang ini sangat berpeluang dilakukan oleh Bahlil, karena Bahlil yang mengorkestrasi proyek Pulau Rempang dan yang paling bertanggung jawab atas Investasi yang masuk ke Indonesia.
Terlepas dari viralnya Kasus Pulau Rempang, banyak dugaan penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh Bahlil terkait dengan Pencabutan IUP dan Pelarangan Expor Nikel. Dan pemerintah memberikan IUP didasari faktor perekonomian dan penerimaan negara serta untuk memaksimalkan pemanfaatan potensi pertambangan untuk bisa diolah dan diproduksi. Pemberian IUP oleh BKPM memberikan manfaat kepada negara dan bertujuan untuk menghadirkan pengelolaan pertambangan yang efisien dan berkeadilan kepada masyarakat. namun kenyataannya, banyak pemegang IUP tidak menjalankan usahanya sebagaimana diatur di dalam konstitusi.
Tim Satuan Tugas Percepatan Investasi mengklaim bahwa sudah mencabut separuh Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari yang ditargetkan sebelumnya sebanyak 2.078 IUP. Potensi terjadinya Korupsi dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Bahalil akan sangat berpeluang untuk dilakukan oleh para oknum Kementrian dan bekerjasama dengan Pemilik IUP.
Kepala Daerah Terjerat Kasus Korupsi
Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi sebanyak 176 pejabat daerah terjerat kasus korupsi sepanjang periode 2004-2022. Rinciannya, terdapat 22 gubernur dan 154 Walikota/Bupati serta wakil wakil yang juga berurusan dengan KPK. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sebanyak 310 wakil rakyat juga terjerat korupsi pada periode yang sama. Banyaknya pejabat daerah yang terjerat KPK salah satu faktornya karena biaya politik yang mahal. Bahwa dari semua kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, mulai dari Menteri hingga pejabat daerah yang terjerat kasus korupsi sejak massa kepemimpinan presiden Jokowi di periode pertama dan yang ke-dua ini membuktikan gagalnya jargon yang di usung presiden Jokowidodo tentang Revolusi mental.
Korupsi adalah fenomena sosial, politik dan ekonomi yang mempengaruhi semua negara dan melemahkan Lembaga- Lembaga demokrasi dan menghambat pembangunan ekonomi suatu banggsa, faktor yang mempengaruhi pejabat melakukan korupsi ini tidak hanya soal biaya politik yang mahal namun ada faktor internal lain, moral misalnya seorang pejabat yang lemah dan gampang tergoda sehingga mendorongnya melakukan hal serakah dan gaya hidup konsumtif juga menjadi factor internal pejabat kita melakukan tindakan korupsi dengan makssud memperkaya dirinya sendiri. Selain faktor internal masih ada faktor eksternal lain yang juga ikut mendorong watak pejabat kita melakukan tindakan korupsi yakni aspek sosial, politik, dan, ekonomi yang mendorong keyakinan pejabat kita melakukan korupsi, hal ini juga dikarenakan adanya kesempatan dan tekanan dari luar dirinya.
Korupsi merupakan perbuatan busuk yang mempunyai daya rusak yang sangat luar biasa yang bisa mempengaruhi perekonomian nasional, meningkatnya angka kemiskinan dan ketimpangan sosial, merusak mental dan budaya bangsa, mendistorsi hukum, dan mempengaruhi kualitas layanan publik. Semakin tinggi korupsi di suatu negara, bisa dipastikan negara tersebut tidak sejahtera/maju dan layanan publiknya memprihatinkan. Sebaliknya, negara yang sangat rendah tingkat korupsinya, maka negara tersebut sejahtera/ maju, kehidupan sosial dan pelayanan publiknya baik. Oleh sebab itu, korupsi bukanlah budaya, namun kemungkinan bisa membudaya.
Melihat korupsi yang ‘massif’ dan daya rusaknya, NCW mengajak dan menyampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia sampai di pelosok- pelosok Negeri untuk seluruh komponen bangsa. untuk memerangi korupsi dan mencegahnya supaya tidak membudaya di Indonesia. Artinya korupsi tidak menjadi kebiasaan yang dianggap wajar. Nasional Corruption Watch menganggap perilaku korupsi bisa saja dianggap perbuatan yang wajar jika masyarakat sudah bersikap permisif terhadap korupsi dan tidak membangun sikap anti korupsi. Oleh sebab itu pencegahan dan pemberantasan korupsi harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia, dan seluruh organisasi masyarakat lainnya. Sebagai Perwujudan dari cita- cita Bangsa, Indonesia Emas 2045.
Untuk menyikapi Korupsi yang berkepanjangan, DPP Nasional Corruption Watch Mengundang rekan-rekan Media untuk Konferensi Pers.
Adapun Konferensi Pers ini dilaksanakan pada :
Hari/ tanggal : Senin, 09- Oktober- 2023
Waktu : 13:00 WIB– Selesai
Tempat : Sekretariat DPP Nasioanl Corruption Watch Perumahan Liga Mas Indah, Jl. Pancoran Indah I No.E3/ 8, RT.11/RW.7, Duren Tiga, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12760
Surat undangan ini kami sampaikan kepada rekan- rekan Media Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih. tutup Hanifa Sutrisna, SE, MSM, CSCP, CIB, CATS, CPSD. (Ketum DPP NCW)
Pada kesempatan ini hadir pula Anthony Yudha (Komando masyarakat arus depan Pancasila/KOMRAD Pancasila) dan Riswan Siahaan pengurus Pusat GMKI
(Christin)
Be the first to comment