Hari Pelajar Internasional 2022
“Menggugat Pemberangusan Kebebasan Akademik”
Pada 17 November yang sampai hari ini dikenal sebagai Hari Pelajar Internasional
merupakan manifestasi dari perjuangan mewujudkan kebebasan dan melawan segala bentuk
otoritarian kekuasaan. Eksekusi mati mahasiswa/pelajar yang melawan pendudukan Nazi di
Praha kala itu adalah harga yang mereka bayar untuk kebebasan dan demokrasi yang lebih
beradab.
Kita mengambil pelajaran dari momen-momen perjuangan itu. Bahwa ada harga
yang begitu besar supaya alam demokrasi ini bisa terwujud, dan orang-orang sadar bahwa
Fasisme adalah ancaman bagi kemanusiaan.
83 tahun sudah berlalu dan kemanusian mendapatkan tantangannya lagi. Neoliberalisme
menginvasi dunia, sektor-sektor publik terdampak, salah satunya institusi pendidikan,
semakin di privatisasi dan dikelola layaknya sebuah korporasi atas nama produktivitas.
Semuanya diformalisasikan dalam bentuk perjanjian-perjanjian dalam lembaga
multilateral/bilateral yang mengikat banyak negara. Ratifikasi aturan di tiap negara membuat
orientasi pendidikan di negara-negara diubah dengan semangat produktivitas, individualis,
kompetisi dengan satu tujuan: akumulasi kapital. Cek aja draft revisi UU Sisdiknas.!
Dampak dari kebijakan tersebut menjadikan hal-hal yang ada di luar itu menjadi sesuatu yang
janggal bahkan mungkin ancaman yang harus diberangus. Dan fungsi emansipatoris tri darma
harus di konstruksi ulang. Sehingga perlakuan institusi-institusi pendidikan yang kian
komersial dan anti demokratis bukanlah hal yang janggal justru normal. Seperti kasus yang
terjadi terhadap mahasiswa Universitas Bangka Belitung, 122 orang diberi sanksi akademik
dan 9 lainnya dikenakan skorsing hanya karena melaksanakan hak dasarnya, yakni berserikat,
berekspresi, dan menyampaikan pendapat (kebebasan berekspresi) di dalam kampus.
Ini menjadi ancaman bagi institusi pendidikan tinggi, bahwa kampus tidak bisa disentuh oleh
kritik. Sedangkan praktik vulgar kampus terpampang jelas: kepentingan bisnis, semakin
komersial, konflik kepentingan, korupsi, plagiat, nyogok masuk kampus tertentu, dsb. Dan
apabila ada mahasiswa yang mengkritik, langsung disikapi dengan intimidasi, sanksi, bahkan
kriminalisasi, alih-alih membuka ruang deliberatif (sebagai tradisi ilmiah).
Universitas Bangka Belitung hanya satu kasus, dan upaya pemberangusan ruang akademik
macam itu masih lumrah ditemukan di Indonesia: dari kampus negeri-swasta baik yang ada di
ibu kota maupun yang ada di daerah-daerah di Indonesia. Selain semakin otoriternya dunia
akademik, persoalan komersialisasi juga merupakan hal yang menjadi ancaman nyata. Seperti
laporan yang diterbitkan oleh harian kompas melihat dari uang kuliah di 30 kampus serta data
BPS; kenaikan biaya kuliah di Indonesia berbanding terbalik dengan kenaikan upah masyarakat.
kenaikan 1,3% untuk kampus negeri (PTN) dan 6,96% untuk kampus swasta
(PTS) – sedangkan naiknya pendapatan lulusan SMA (3,8%) maupun sarjana (2,7%).
Hari ini menjadi kewajiban bagi kaum muda (pelajar/mahasiswa) untuk tetap menjaga
kebebasan dan demokrasi serta melawan segala bentuk otoritarian yang dilakukan oleh
SIGNAY AL
3. Cabut Omnibus Law Cipta Kerja UU 11/2020
4. Hentikan pemberangusan kebebasan akademik
5. Tolak RKUHP kolonial
6. Wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, demokratis, dan bervisi kerakyatan
Narahubung:
(Ricky_Komite Pembebasan Akademik)
(Aldi_Komite Revolusi Pendidikan Indonesia)
(Kamil_Gerakan Buruh Bersama Rakyat)
(123
CA
Font And
Yok Apl
LO
korporasi, negara, dan institusi. Maka dalam momentum Hari Pelajar Internasional tahun
2022, kami dari Komite Pembebasan Akademik menyatakan untuk:
1. Cabut sanksi Akademik 122 Mahasiswa dan 9 skorsing Mahasiswa UBB
2. Tolak RUU SISDIKNAS
LIDCU
LINSON
unung
(RedNkri)
Be the first to comment